Harapan Terakhir
Emak
(Karya : Tania Eka Umami Vavarianti)
Kokok
ayam mulai bersautan, seakan beradu siapa yang lebih gagah dan merdu. Sang
surya juga perlahan mulai muncul dari peraduannya, untuk menyinari bumi ini
tanpa hentinya. Udara pagi itu terasa sejuk dan embun terlihat dimana-mana. Hal
ini karena hujan yang mengguyur semalaman di Desa Trunjungan. Walaupun begitu,
cuaca berawan masih menghiasi langit Desa Trunjungan dan membuat sang surya
terhalang sinarnya untuk memberikan kehangatan bagi setiap makhluk hidup
disana. Cuaca tersebut seakan tau perasaan apa yang dirasakan oleh salah satu
penghuni di Desa Trunjungan.
Dialah
Mak Asnah, seorang perempuan tua renta yang tinggal seorang diri di dalam gubuk
di pinggir eloknya alam Desa Trunjungan. Mak Asnah telah lama menderita sakit,
membuat tubuh rentanya hanya tinggal tulang yang terbalut kulit. Kerinduan dan
pengharapan Mak Asnah terhadap putri tercintanya yang membuat Mak Asnah
bertahan hingga saat ini.
“Kasih..
Kasih.. Kasih.. Mak kangen dengan kamu” ucap Mak Asnah lirih diiringi dengan
air mata yang menandakan perasaan rindu di dalam hatinya.
Ingin
sekali Mak Asnah bertemu dengan putri tercintanya tersebut, karena penyakit
yang semakin lama semakin parah membuat Mak Asnah tidak tau kapan dia akan
meninggalkan dunia yang fana ini. Akhirnya, kerinduan yang mendalam membuat
pikiran Mak Asnah melayang menembus waktu dimana Kasih masih berada
disampingnya.
(Flashback bermula)
“Mak..
Mak.. lihat nih apa yang Kasih gambar.” Ujar seorang gadis kecil seraya berlari
menghampiri emaknya yang sedang bekerja di ladang.
“Kasih,
jangan lari-lari nanti jatuh.” Teriak emaknya yang bermandikan peluh karena
berada di bawah teriknya mentari.
Belum
sempat Kasih menghampiri emaknya, dia terjerembab ke salah satu ladang yang
berada disitu. Alhasil badannya penuh lumpur dan kakinya pun lecet. Kasih
menangis dan dengan segera Mak Asnah menghampiri putri nya tersebut.
“Kasih
kamu gapapa? Mana yang sakit nak? Kan emak sudah bilang jangan lari-lari,
sekarang kamu jatuh kan?” Ucap Mak Asnah seraya melihat kondisi putrinya.
“Lutut
Kasih sakit mak (hiks hiks). Maaf mak, Kasih cuma mau ngasih gambar ini aja.
Tadi Kasih gambar sendiri (hiks hiks).” Ucap Kasih terbata-bata disertai dengan
tangisnya.
“Anak
emak gambar apa? Sini emak liat. Tapi sebelum itu lukanya dibersihin dulu ya,
sama mukanya juga dibersihin soalnya sekarang anak emak mukanya lucu kayak
dakocan, hahaha.” Goda emak seraya menggendong Kasih ke pancuran di pinggir
ladang.
Setelah
Kasih telah bersih dari lumpur, mereka pun duduk di saung yang berada di pinggir
ladang. Emak Asnah pun melihat hasil gambar yang telah dibuat oleh putri
tercintanya.
“Wah
anak emak pandai menggambar ya. Makasih sayang atas gambarnya, emak suka.” Ucap
Mak Asnah seraya mencium kening Kasih.
“Iya
sama-sama mak. Kasih seneng kalau mak juga seneng. Tapi Kasih sedih kenapa
Kasih nggk bisa liat bapak. Bapak kemana ya mak?” Tanya Kasih kecil dangan raut
wajah yang sangat sedih.
“Kasih
nggk boleh sedih, nanti kalau Kasih sedih bapak juga sedih. Kasih bisa ketemu
bapak kok tapi bukan sekarang waktunya. Sekarang bapak Kasih sedang menunggu
kita di surga. Jadi nanti kita semua berkumpul disana ya.” Ucap Mak Asnah
kepada putrinya dengan tangis yang tertahan.
“Iya
mak, Kasih akan menunggu hari itu. Kasih akan meminta sama Allah biar kita
semua bisa cepat berkumpul. Sekarang Kasih mau sama emak dulu. Kasih sayang
banget sama emak. Jangan tinggalin Kasih sendiri ya Mak.” Jawab gadis kecil itu
seraya memeluk emaknya.
“Iya
Kasih, emak juga sayang sama Kasih. Emak nggk akan meninggalkan Kasih. Kasih
rajin belajar ya nak, jadi orang yang berhasil dan juga jangan pernah lupa sama
Allah. Sekarang dan seterusnya jangan pernah meninggalkan ibadah ya putriku.”
Ucap Mak Asnah kepada Kasih.
“Baik
mak..” Jawab Kasih.
Kasih
kecil pun sudah semakin besar. Saat itu, Kasih kecil sudah masuk ke Sekolah
Dasar. Suatu malam Kasih melihat emaknya sedang menatap ke sebuah foto. Emaknya
begitu fokus seraya mengusap-usap foto tersebut.
“Mak,
mak sedang apa? Mak melamun ya? Mak sedang melihat foto apa?” Tanya Kasih
secara beruntun kepada emaknya.
“Kasih
anak emak. Kok kamu belum tidur? Emak sedang melihat foto ini.” Jawab Mak Asnah
kepada putrinya.
“Aku
belum ngantuk mak. Foto apa itu mak? Wah bagus sekali mak tempat ini, ini
dimana mak? Kapan-kapan kita kesana yuk mak.” Ucap Kasih dengan antusias.
“Wah
anak emak semangat sekali. Ini namanya kakbah sayangku. Dulu emak sama bapak
pengen sekali ke tempat ini, tapi belum bisa.” Jawab Mak Asnah.
“Kenapa
belum bisa mak? Pokoknya nanti kalau Kasih sudah besar, Kasih mau ajak emak
kesana.. emak mau kan menemani Kasih kesana?” Tanya Kasih kepada emaknya.
“Mau
sayangku. Terima kasih ya nak.” Ucap Mak Asnah seraya memeluk Kasih.
“Tapi
mak, kok di foto ini kakbah nya rame banget ya. Emang disana ada apa aja sih
mak?” Tanya Kasih heran.
“Hahahaha,
disana memang selalu ramai sayangku oleh umat Islam. Karena disana tempat kita
memenuhi rukun islam kita yang kelima yaitu haji.” Tutur Mak Asnah kepada
putrinya.
“Haji
itu apa mak?” Tanya Kasih kembali.
“Haji
itu merupakan perintah wajib bagi umat Islam yang telah mampu, baik secara
fisik maupun secara ekonomi. Perintah haji sendiri sudah ada sejak zaman Nabi
Adam AS. Jadi kakbah telah dibuat dari zaman nabi yang pertama. Tetapi kakbah
hancur ketika peristiwa banjir bandang pada zaman nabi Nuh AS terjadi, sehingga
baru dibangun kembali pada zaman Nabi Ibrahim AS. Jadi pada masa Nabi Ibrahim
AS Allah memerintahkan kembali perintah haji. Pada zaman Nabi Ibrahim bukan
hanya melakukan tawaf saja, namun juga melakukan ritual haji lainnya yang kita lakukan
hingga sekarang yaitu melempar jumroh dan juga sai atau lari-lari kecil. Dan
perintah haji tersebut juga turun kepada Nabi Muhammad SAW beserta umatnya
hingga sekarang ini.” Tutur Mak Asnah panjang lebar kepada putrinya.
“Kasih
jadi pengen cepet-cepet pergi kesana sama emak. Kasih janji mau belajar yang
rajin, supaya nanti Kasih bisa berhasil dan pergi kesana bersama emak. Doakan
Kasih ya mak dan tunggu hingga Kasih bisa menepati janji Kasih kepada emak.”
Ucap Kasih dengan kesungguhan dan ketulusan hatinya.
“Emak
selalu mendoakan kamu nak.. Terima kasih ya nak telah menjadi anak yang cantik
dan sholehah. Kasih anak kesayangan emakk...” Ujar Mak Asnah seraya memeluk
erat anak kesayangannya tersebut.
Semakin
lama, Kasih tumbuh menjadi gadis yang mandiri dan berkemauan keras. Kasih juga termasuk
anak yang pandai dan rajin di sekolahnya. Selain belajar di sekolah, Kasih juga
sering membantu emaknya di ladang.
“Emak,
ini bibitnya langsung ditanam saja?” Tanya Kasih kepada emaknya.
“Tunggu
Pak Kardi datang dulu baru kamu tanam ya.” Jawab Mak Asnah yang sedang
mencangkul ladang.
Belum
sempat Kasih menjawab, ternyata emaknya telah jatuh pingsan. Kasih panik karena
hal tersebut. Akhirnya Emak Asnah pun dibawa ke rumah oleh para warga.
Di
rumah, Kasih mengompres emaknya dengan diliputi perasaan cemas. Kasih sangat
panik karena ini adalah pertama kalinya melihat emak yang disayanginya jatuh
pingsan. Beberapa saat kemudian, Mak Asnah pun sadar dari pingsannya. Kepala
Mak Asnah masih terasa pusing. Namun itu bukanlah sesuatu yang buruk, karena
hal buruk yang sebenarnya akan terjadi setelah hari itu.
Semakin
hari kondisi Mak Asnah semakin mengkhawatirkan. Namun, Mak Asnah menyembunyikan
hal tersebut dari Kasih. Mak Asnah tidak mau menambah beban pikiran Kasih yang
saat itu akan lulus dari SMA. Walaupun begitu, Mak Asnah tidak bisa
menyembunyikan batuknya dari Kasih karena batuk tersebut makin hari makin
sering dan juga semakin parah. Bahkan tak jarang batuk tersebut mengeluarkan
darah juga. Namun, Mak Asnah tetap berusaha menutupi itu semua dari putri
kesayangannya.
“Uhuk..
Uhukk.. Uhuk.” Batuk Mak Asnah kembali menjadi.
“Emak
semakin hari semakin parah batuknya. Minum dulu ya mak. Kita ke dokter aja yuk
mak, Kasih nggk tega liat emak batuk terus setiap hari.” Ucap Kasih dengan
diliputi perasaan cemas.
“Emak
gapapa Kasih. Ini cuma batuk biasa kok, nanti minum obat di warung juga sembuh.
Kasih nggk perlu khawatir ya.. Owh iya bagaimana tadi sekolah Kasih? Seru nggk?
Trus pelajarannya Kasih mengerti kan?” Jawab Mak Asnah seraya mengalihkan topik
pembicaraan.
“Sekolah
Kasih menyenangkan mak. Jadi tadi bla.. bla.. bla..” Tutur Kasih tiada henti
menceritakan kejadian di sekolahnya.
Semakin
lama kondisi Mak Asnah semakin payah. Namun Mak Asnah tetap menyembunyikan itu
dari Kasih. Walaupun begitu, Kasih akhirnya tau bahwa emaknya mengidap penyakit
yang serius. Bersamaan dengan itu, Kasih juga mendapatkan beasiswa ke kota yang
pilihan jurusannya sesuai dengan keinginan Kasih.
“Mak,
kenapa emak nggk jujur kalau emak sakit parah?” Tanya Kasih dengan kesedihan
kepada emaknya.
“Maaf
Kasih, emak nggk mau buat Kasih khawatir. Mak gapapa kok Kasih, mak masih
kuat.” Jawab Mak Asnah menenangkan putrinya.
“Kalau
kayak gini Mak malah buat Kasih khawatir. Kalau Kasih bisa ingin sekali Kasih
membawa emak berobat ke kota.” Ucap Kasih dengan deraian air mata yang sudah
tak dapat ditahannya.
“Makasih
ya Kasih.” Ucap Mak Asnah dengan tangis yang tertahan.
“Mak
sebenarnya Kasih mendapatkan beasiswa ke kota dan jurusannya juga terserah
pilihan Kasih. Kasih ingin pergi kesana untuk menjadi dokter dan bisa
menyembuhkan emak.” Ujar Kasih dengan ragu-ragu.
“Alhamdulillah,
selamat ya nak.”Ucap Mak Asnah dengan bahagia.
“Tapi
mungkin aku akan membatalkan beasiswa itu mak.” Tutur Kasih dengan kesedihan.
“Kenapa
kamu batalkan Kasih? Sebaiknya kamu harus kesana untuk mengejar cita-citamu.”
Ucap Mak Asnah tidak percaya.
“Kasih
nggk mau ninggalin emak. Kasih nggk mau pergi disaat mak sedang sakit. Lebih
baik Kasih bekerja di ladang mencari uang untuk pengobatan emak.” Jawab Kasih
dengan air mata yang bercucuran.
“Kasih
kamu jangan seperti itu. Kamu harus ambil kesempatan itu, Mak akan mendoakan
dan menunggu kamu disini. Pasti anak emak bisa berhasil dan Kasih pasti akan
kembali menjemput emak.” Ucap Mak Asnah meyakinkan putrinya.
“Baiklah
mak, Kasih akan berjuang disana. Kasih akan berusaha menjadi dokter yang hebat
supaya bisa menyembuhkan emak. Kasih janji akan menjemput emak dan nanti kalau
emak sudah sembuh kita bisa pergi ke Tanah Suci bersama-sama. Tunggu Kasih ya
mak.” Ucap Kasih memantapkan tekad seraya memeluk emaknya.
Kasih
pun pergi ke kota meninggalkan Mak Asnah seorang diri. Senyuman terakhir Kasih
sebelum pergi ke kota sangat melekat di dalam benak Mak Asnah.
(Flashback berakhir)
Sakit kepala hebat
membuat lamunan Mak Asnah menjadi buyar. Kala itu tenggorokan Mak Asnah seakan
tercekat dan tubuhnya juga bergetar hebat. Akankah ajalnya tiba terlebih dahulu
dibandingkan pertemuan dengan putri tercintanya? Ternyata ajal Mak Asnah menang
dan tiba terlebih dahulu. Malaikat Izrail telah datang untuk mencabut ruh
perempuan renta itu. Akhirnya Mak Asnah pun menghembuskan nafas terakhirnya
disertai dengan seluruh kerinduan dan pengharapan kepada putri tercintanya yang
jauh disana.
(Di sisi lain pada saat
yang bersamaan)
“Prraangg”
Sebotol air raksa jatuh karena kecerobohan seorang gadis.
“Kasihh!!
Hati-hati kalau sedang bekerja! Jangan melamun atau itu bisa membahayakan
semuanya! ” Tegur seorang dokter pembimbing dengan tegasnya.
“Baik
pak, maafkan saya. Entah mengapa perasaan saya sedang tidak enak, saya sangat
merindukan emak saya di kampung. Sekarang saya akan lebih berhati-hati pak.”
Jawab gadis itu sambil membersihkan tumpahan dan pecahan air raksa.
“Ya
Allah, semoga saja emak baik-baik saja disana. Emak.. Kasih akan segera pulang
setelah menyelesaikan ini semua. Kasih akan menjadi dokter dan bisa
menyembuhkan emak. Tunggu Kasih disana ya mak” Ucap Kasih di dalam hati.
“Pokoknya
aku akan mengejutkan emak setelah pulang nanti. Semangat Kasih.. Aku harus
segera menyelesaikan ini dan segera pulang ke kampung. Tidak sabar sekali aku
ingin bertemu dengan emak.” Ungkap Kasih dengan riang untuk menumbuhkan
semangatnya kembali.
Satu
bulan kemudian, akhirnya Kasih menyelesaikan pendidikan dan pekerjaannya di
kota. Sekarang Kasih telah berhasil menjadi seorang dokter. Dengan segera Kasih
pun berangkat ke Desa Trunjungan untuk bertemu dan menjemput emak yang
dikasihinya. Di sepanjang perjalanan, hati Kasih terus berdebar karena akan
bertemu kembali dengan emak yang sangat disayanginya. Ingin rasanya, bus yang
ditumpanginya berjalan amat cepat supaya Kasih bisa segera bertemu dengan
emaknya. Setelah sekian lama di perjalanan, akhirnya Kasih sampai di kampung
halamannya yang elok nan asri yaitu Desa Trunjungan.
Kicau
burung mengikuti langkah Kasih menuju ke rumah yang sudah lama ditinggalkannya.
Dan ketika rumah mungil berbentuk gubuk tersebut sudah terlihat, Kasih berlari
kecil menghampiri rumah tersebut.
“Assalamu’alaikum
Mak... Mak Kasih pulang.. Kasih sudah berhasil menjadi dokter mak.” Ucap Kasih
seraya menggedor pintu rumah tersebut.
“Mak
Kasih sudah pulang. Mak ada di rumah? Kasih sudah pulang Mak.” Ucap Kasih
sekali lagi memanggil ibunda kesayangannya.
Mendapati
Emaknya tidak ada di rumah, Kasih pergi ke sekitar rumah untuk mencari emaknya.
Saat sedang berkeliling, Kasih bertemu dengan Bu Sani yang merupakan tetangga
dekat Kasih dan ibunya sejak dahulu.
“Bu
Sani, apa kabar? Ini Kasih bu.” Ucap Kasih menyapa Bu Sani.
“Alhamdulillah
baik. Beneran ini Kasih? Kasih anaknya Emak Asnah kan? Wah Kasih udah besar dan
cantik ya sekarang.” Jawab Bu Sani dengan gembira.
“Hehehe,
makasih bu, ibu bisa saja. Bu apakah ibu melihat emak saya? Saya ingin sekali
bertemu dengannya. Maklum udah kangen banget bu, hehehe. Tadi saya udah cari di
rumah tapi emak nggk ada. Ibu tau emak kemana bu?” Tanya Kasih kepada Bu Sani.
“Kasih
mencari Emak Asnah ya.. Hmm, ibu tau kok Emak kamu kemana.. hmm, bagaimana ya
ibu harus memberitahunya.. Ibu minta Kasih yang sabar ya, Kasih harus ikhlas.
Emak Kasih sudah pergi meninggalkan kita semua satu bulan yang lalu.” Ucap Bu
Sani dengan raut wajah yang sedih.
“Apa
bu? Ini semua tidak mungkin kan bu, ibu pasti sedang bercanda kan? Katakan sama
Kasih bu kalau itu semua nggk benar! Semua itu cuma bercanda kan bu? Mungkin
sekarang emak lagi kerja di ladang bu, Kasih mau menyusul emak kesana.” Ucap
Kasih seraya berlari menuju ladang tempat Mak Asnah biasa bekerja.
“Kasih
tunggu !! Kamu harus ikhlas dan menerima semuanya.” Teriak Bu Sani seraya
mengejar Kasih.
Tubuh
Kasih terasa bergetar hebat. Hatinya remuk mendengar jawaban Bu Sani. Dunia di
sekitarnya seperti berhenti berputar. Kasih pun terjerembab ke tanah ketika
berlari menuju ladang.
“Emakkkk..
Emak tidak meninggalkan Kasih kan? Emak masih menunggu Kasih kan? Mak Kasih
sudah menjadi dokter, Kasih akan membawa emak ke kota untuk mengobati Emak
disana. Makkk... Makk masih disini kan? Kasih rindu emak.. Kasih pulang mak,
Kasih pulang..” Teriak Kasih berharap emaknya akan datang menemui dirinya.
Akhirnya
Kasih pun tidak sanggup menghadapi semua kenyataan itu. Dunia di sekitarnya
seketika menjadi gelap dan Kasih pun pingsan.
Senja
telah tiba di Desa Trunjungan. Alam Desa Trunjungan yang elok berpadu dengan
langit senja yang menawan pasti memanjakan setiap insan yang melihatnya. Namun,
keindahan itu tidak berlaku untuk seorang gadis belia yang telah kehilangan
harapan. Iya dialah Kasih. Seorang gadis yang baru saja harus menerima
kenyataan bahwa dia telah kehilangan satu-satunya orang yang dicintainya.
Seorang gadis yang telah kehilangan harapan dan arah. Dan seorang gadis yang
telah hancur serta kehilangan perasaan kasihnya.
Kasih
sangat terpukul dan menyalahkan dirinya sendiri atas kematian ibunda yang
sangat dicintainya. Mengapa Kasih tidak datang lebih cepat menjemput emak?
Mengapa Kasih tidak bisa menemani emak dikala emak sedang kepayahan menghadapi
penyakitnya bahkan sampai menghadapi kematiannya? Mengapa Kasih membiarkan emak
sendirian dan kesepian disini? Mengapa Kasih bisa gagal memenuhi janji kepada
emak ketika Kasih akan pergi ke kota? Mengapa semua ini harus terjadi kepada
Kasih dan emak? Semua pertanyaan itu terus menerus terngiang di kepala Kasih.
Membuat Kasih semakin tenggelam di dalam penyesalan dan kesedihan yang amat
mendalam.
Rumah
gubuk kecil tempat Kasih terbangun saat ini menyimpan berjuta kenangan. Ketika
Kasih membayangkan emaknya kesepian disini dengan menahan sakit dan juga rindu,
dada Kasih terasa sesak. Penyesalan itu terasa menyiksa Kasih dengan kejamnya.
Perlahan Kasih menyusuri setiap sudut rumah gubuk kecilnya tersebut dengan
langkah gontai dan linglung. Pikirannya pun masih terus melayang tak tentu
arah. Saat sedang melihat lemari emaknya, Kasih menemukan amplop berwarna pink
lusuh yang menarik perhatiannya. Kasih bertanya dalam hati, amplop apakah itu?
Sepertinya amplop itu sudah lama berada disitu karena terlihat dari warnanya
yang mulai pudar.
Dengan
hati bertanya-tanya Kasih membuka amplop tersebut. Ternyata amplop pink itu
berisi surat dari Emak Asnah untuk putri tercintanya yaitu Kasih.
Teruntuk Kasih yang
mungil nan cantik,
Kasih, apa kabar? Pasti
Kasih sekarang sudah tumbuh besar dan cantik ya? Emak kangen banget sama Kasih.
Emak disini menunggu Kasih loh. Emak sekarang udah jarang bekerja di ladang,
maklum umur emak semakin tua dan kadang pinggangnya juga sakit.
Emak kangen bercanda
sama putri kecil emak yang satu ini. Pengen deh cubit pipi Kasih yang
menggemaskan itu. Kasih pasti kaget ya emak buat surat untuk Kasih? Ini surat
dari emak loh karena emak sudah bisa menulis. Pertama memang sulit belajar
menulis, tapi buat putri kecil emak yang paling emak sayang pasti akan emak
lakukan.
Kasih putriku, mungkin
saat Kasih menemukan surat ini, emak sudah bahagia di surga sana. Mungkin emak
juga belum sempat bertemu Kasih lagi dan malah emak sudah meninggalkan Kasih. Maafkan
emak tidak bisa menepati janji emak untuk menunggu Kasih lebih lama.
Emak mohon kepada
Kasih, jangan sedih ya atas kepergian emak. Kasih jangan menangis, emak disini
selalu untuk Kasih. Kasih jangan menyalahkan diri Kasih sendiri juga, karena
emak sudah bahagia disini. Emak bahagia melihat Kasih sudah tumbuh besar dan
berhasil seperti sekarang ini. Itu berarti emak berhasil mendidik putri kecil
kesayangan emak ini. Kasih jangan sedih lagi ya, ini semua bukan salah Kasih.
Ini semua sudah takdir dari Allah dan putri emak pasti bisa melewatinya.
Emak hanya meminta
kepada Kasih untuk meneruskan cita-cita kita pergi ke Tanah Suci. Maaf ya emak
nggk bisa menemani Kasih disana. Emak minta Kasih selalu mendoakan Emak. Karena
doa anak yang sholehah seperti Kasih pasti akan didengar oleh Allah. Kasih,
jaga dirimu baik-baik yo ndok. Emak sayang Kasih. Emak selalu bersama Kasih dan
Kasih juga tidak akan pernah sendiri. Tersenyumlah putri kecilku, tersenyumlah
kekasih hati emak.
Seraya
membaca surat tersebut, air mata Kasih berlinang membasahi pipi dan juga surat
yang dipegangnya. Kasih merasa seakan emak yang dicintainya hadir kembali lewat
surat itu. Akhirnya Kasih pun sadar bahwa emaknya memang akan selalu menemani
Kasih walaupun secara tidak langsung. Semangat hidup Kasih yang sebelumnya
menghilang pun sekarang telah kembali. Kasih pun bertekad untuk terus
melanjutkan hidup demi emaknya dan juga berusaha ikhlas menerima semua
kenyataan yang sedang dihadapinya sekarang ini.
Keesokan
harinya, Kasih mengunjungi tempat peristirahatan terakhir ibunda yang
disayanginya. Kasih mencoba tegar di depan makam emaknya. Kasih mendoakan
emaknya dan bercerita mengenai keadaannya yang sekarang. Kasih pun membayangkan
bahwa saat itu emaknya juga sedang tersenyum kepada Kasih dari atas sana. Itu
membuat Kasih juga tersenyum dan berharap dapat bertemu serta memeluk emaknya
kembali suatu saat nanti.
5
tahun telah berlalu. Akhirnya Kasih dapat memenuhi cita-cita dirinya dan juga emaknya
dengan menginjakkan kaki di Tanah Suci untuk melaksanakan rukun islam yang
kelima. Tangis bahagia Kasih rasakan kala itu ketika bisa melihat kakbah secara
langsung tanpa melalui foto lagi. Kasih menjalankan satu-persatu rangkaian
ibadah haji dengan khusyuk. Selain itu, Kasih juga berlomba-lomba dengan jamaah
lainnya untuk dapat menyentuh kakbah. Dan ketika Kasih berhasil menyentuhnya,
Kasih berdoa supaya emaknya bisa mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah dan
Kasih bisa bertemu emak kembali di surga nanti. Sekilas Kasih mengharapkan
emaknya dapat bersama Kasih disini. Namun perasaan itu segera ditepisnya,
karena emak akan selalu bersama Kasih. Walaupun jiwa dan raganya telah tiada,
namun hati dan perasan Emak Asnah selamanya bersama Kasih, putri yang sangat
dicintai dan disayanginya.
~Tamat~
0 komentar:
Posting Komentar